Tuesday, July 27, 2010

My-Monster-Side


Tanpa sadar mata saya memerah dan saya berusaha mencari cara untuk segera pergi dari “mereka”. Saya benar-benar kecewa. Tapi saya tidak boleh menahan kekecewaan ini. Saya takut ini menjadi bom waktu yang dapat sewaktu-waktu menyebabkan saya stress. Terlebih lagi, saya bosan mengenakan topeng “Aku-pura-pura-baik-baik-saja” ini.
Saya mengirim sms kepada teman saya, Retnuh. Berbagi kepada teman, tentu saja itu cara saya untuk mengontrol “monster” dalam diri saya. Menceritakan kekecewaan saya.kepadanya mungkin bisa membuat saya merasa lebih baik.
“Sakit hati aku.”
Kata itu gue sematkan setelah gue menceritakan kekecewaan gue.
“Sabar aja zi!”
Begitu balasannya. Terus terang gue kurang puas.
“Really really disappointed.”
Gue menambahkan lagi.
“Pasti itu semua ada maknanya.”
Balasnya.
Membisu sejenak. Makna? Ya, baik atau buruk, saya akan menemukan makna itu. Saya sebagai pemuda yang menganut paham ada makna disetiap kejadian percaya itu.
“Iya, itu benar.” Balas saya.
Kekecewaan apa yang saya alami? Tidak etis untuk ditulis disini. Sepanjang tahun 2010 ini ada beberapa kekecewaan yang saya telan. Beberapa kali orang yang saya sukai ternyata menyukai orang lain, teman-teman SMA yang melupakan saya, atau masalah keluarga yang ga oke. Semuanya memang tidak menyenangkan, tapi kekecewaan yang satu ini jauh lebih tidak menyenangkan dari semuanya. Saya tidak ingat kapan mata saya merah terakhir kali hingga tiba hari ini. Tidak dianggap, merasa tidak berguna. Dikucilkan lingkungan sendiri.
Disaat-saat seperti inilah saya merasakan diri saya terbagi-bagi aneh. Tidak terbagi menjadi good side dan bad side seperti biasa. Tetapi menjadi Escaper-side dan Monster-side. Escaper side membisikan kepada saya untuk tidak memikirkan kekecewaan ini. Mengingatkan saya betapa banyaknya kegiatan yang bisa dilakukan untuk melupakan kekecewaan yang saya alami, makan enak, download 3 album all time low, membeli digest book detective conan, dan mengatur quick link.. Dengan kata lain, mengajak saya untuk melepaskan diri dari kekecewaan. Sedangkan Monster side, menginginkan saya untuk berbuat sebaliknya. Menantang kekecewaan saya dengan sudut pandang monster, membalas kekecewaan ini adalah misi utama (tentu saja) Saatnya bersikap barbar terhadap orang-orang. Mendendam, anarkis, emosi berlebihan adalah senandung monster saya.
Buat saya, menjadi monster terlihat lebih menarik. Saya jadi merasa lebih kuat dan beringas. Saya benci dengan topeng “Aku-pura-pura-baik-baik-saja” yang selalu saya kenakan untuk menyamarkan perasaan kecewa.
Sepanjang hari saya didominasi oleh kemonsteran diri. Saya jadi merasa digerogoti. Escaper membawa saya lari ke toko buku. Membaca, siapa tahu bisa melepas cengkraman monster ini.
Di toko buku, apa yang saya lakukan? Saya tidak bersemangat melakukan apa-apa. Yah, ini pasti karena dominansi monster, semua juga tahu, monster yang suka membaca? Apa ada? Saya secara sembarangan mencomot beberapa graphic novel sembarangan, evil over the rainbow. Kata evil dalam judulnya jelas menarik minat monster dalam diri saya. Ceritanya pasti tentang, setan, atau sejenisnya, diatas pelangi, itu kontras, seperti majas, mungkin maksud judulnya adalah orang yang kelihatannya baik/cantik/elok (seperti pelangi yang indah), tetapi punya hati yang busuk (seperti setan). Judul yang menarik minat saya untuk membaca isinya. Tapi percayalah, membaca apapun dengan monster berada didalam dirimu sangat sangat tidak menyenangkan. Bukannya fokus pada bacaan, saya malah teringat dengan kekecewaan saya, amarah saya, perasaan terkucil saya, dan semua itu membuat darah saya menggelegak..
Untungnya saya punya escaper, yang berkali-kali meloloskan saya dari dominansi monster.
Saya fokus pada bacaan saya. Tiga halaman, empat halaman, hingga saya membaca separuh dari graphic novel dan ini untuk kedua kalinya dalam tahun ini, sebuah buku bacaan menyelamatkan paradigma saya. (pertama pada tulisan yang ini)
Di halaman 67, tertulis kalimat penting yang membuat pikiran saya terbuka,

“Kita semua, manusia, tentu saja berhadapan dengan diri kita yang baik dan buruk setiap harinya, dan yang membedakan kita, aku yang selalu merasa bahagia, dan kamu yang tidak puas, hanya pada cara mengendalikan diri. Aku memperbudak sisi diri yang buruk dan membawa sisi diri yang baik sebagai istri batinku, sedangkan kamu, diperbudak oleh sisi buruk dirimu sendiri.”
Saya dapat merasakan impuls-impuls mengalir deras dalam neuron saya. Membentuk sinyal-sinyal listrik dan menggetarkan otak saya.
Benar juga, “Ga dianggap” itu memang menyakitkan, tapi diperbudak oleh emosi, jauh lebih menyakitkan.
Saya sadar lagi, bahwa monster yang menggerogoti saya ini, hanyalah bentuk abstrak dari kekecewaan saya sendiri.
Dan tujuan saya mempublish tulisan ini, adalah untuk mengeluarkan kekecewaan saya, mengeluarkan monster saya
Saya merasa otak saya sedikit lebih lapang sekarang.
Ternyata nge-Blog banyak gunanya juga.