Friday, August 13, 2010

From a Boy to a Man : Prologue


I wanna be laughed at, laughed with just because, I wanna feel weightless and that should be enough.
Itu adalah potongan lirik dari lagu all time low. Judulnya weightless. Beberapa hari sebelumnya, nada itu aku gunakan untuk bangun pagi.

Saat ini, aku menggunakannya untuk bangun sahur. 

Dan ketika lagu alarm itu berbunyi, aku bangkit dengan mata separuh terbuka. Kemudian bercermin. Aku tidak melihat apa-apa, selain rambut yang super kusut. Sebagian teman-teman memanggilku, si rambut kusut. Bukan panggilan yang bagus memang.
Tapi, katanya bentuk rambut bisa diubah. Sama seperti Hidup.

Masih jam tiga pagi. Kedinginan. Aku memutuskan tidur lagi. Hanya lima menit, karena jam weker yang aku letakan di samping bantal, berbunyi nyaring.

Jam weker yang berbunyi itu, jam weker pemberiannya.

“Jam weker ini, untuk apa?” Tanyaku. Waktu itu dia sempat main sebentar ke rumah. Dia adalah salah satu teman dekat saya ketika kelas 3 SMA sampai saat ini.

“Besok kan udah mulai puasa ji, itu supaya kamu bisa bangun sahur.” Dia tersenyum kecil.

“Aku kan bisa gunain alarm handphone toh.” Aku jawab seadanya.

“Habisnya kamu sering telat bangun. Jadi aku rasa, kamu perlu satu alarm lagi.” Balasnya.

“Hei, hei, kamu baru baca Cross game?” (dalam komik cross game vol 1: Wakaba Tsukhisima juga mengatakan hal yang sama)

Dia tersenyum. “Iya. Dan aku harap sih, kamu bisa terus mengingat untuk apa aku memberikan itu,”

Dia diam. Memandang hati-hati, kemudian melanjutkan. “Seperti kamu bisa terus mengingat dialog dalam komik yang kamu baca.”

Dia tahu bagaimana cara agar aku bisa mengingat suatu hal dengan lebih baik. Dia memanfaatkan hobiku membaca komik.

Namanya Heky, aku rasa, dia itu perhatian.


***


Saat ini bulan Ramadhan. Dan aku sudah bisa bangun pagi.Datang ke kampus dengan headset terus terpasang di telinga, terus begitu sampai dosen datang.

Seharusnya aku belajar. Tapi aku susah konsentrasi. Aku mengawang-awang. Kalau begini terus bagaimana?
Kadang-kadang aku tidak mengerti dengan diri sendiri. Sisi gelap ini begitu dominan. Stress.

Untung saya aku punya beberapa teman yang peduli. Teman yang selalu bertanya setiap kali aku membuat sebuah status yang aneh-aneh, baik di facebook ataupun twitter. Teman yang selalu bertanya setiap kali saya topeng “I’m OK” yang biasa aku kenakan pudar.

“Kenapa zi?” Itu pertanyaan Marcel kemarin.

Itu saja sudah membuat aku sedikit lega.

Kemudian, satu hal yang menghantui, adalah Ujian yang tinggal seminggu lagi. Rasa-rasanya seperti terkena suatu “kutukan”. Kutukan yang membuat nilai ujian -Terlalu biasa-biasa saja-.

Untuk beberapa alasan, hal itu sering membuatku down. Aku ini underdog. Barangkali begitu.
Aku sampai pada keputusan untuk merubah situasi dan kondisi ini.
Aku tahu ini bukan rencana yang pertama. Ini adalah rencana yang kesekian kalinya. Ini adalah rencana yang kedelapan. Dan semuanya gagal.
Tapi sama seperti model rambut, katanya Hidup itu bisa diubah.


***


Kebiasaanku setiap tahun adalah menuliskan daftar Harapan, menyimpannya di suatu tempat rahasia, kemudian dilihat di akhir tahun apakah semua harapan-harapan yang aku tulis itu bisa tercapai.

Kebiasaanku juga untuk melibatkan orang lain menyaksikan bagaimana aku mewujudkan harapan-harapan itu.
Ada banyak harapan. Mendapat Nilai yang lebih baik adalah salah satunya.

Itu bisa menjadi sesuatu yang bagus di hari-hari peralihan saya dari remaja lelaki menjadi seorang lelaki dewasa.
Punya banyak teman baru, juga termasuk salah satu harapan .
Beberapa minggu terakhir aku sering berkomunikasi dengan salah seorang teman baru. Namanya Jecky. Kemarin sempat saling berkirim pesan.

“Smgt ya bg! Ganbatte ne!” begitulah Jecky mengakhiri pesannya kemarin.

“OK. Harus semangat! B-) Haha” . Aku balas seperti itu. Padahal saat itu persentase semangat dalam jiwa hampir mencapai titik nol.

Semangat yang hampir mencapai nol itu indikasi bahaya.

Tapi itu bukan masalah, toh jika gaya rambut bisa diubah, Hidup juga pasti bisa.