Monday, January 17, 2011

3 Minutes

Seminggu tanpa update blog adalah ancaman serius untuk tahun ini. Sama saja artinya dengan penurunan intensitas menulis. Terus terang ini merupakan hal buruk jika alasan yang mengiringinya adalah hal konyol seperti kebanyakan tidur atau download komik yang sebenarnya cuma untuk dikoleksi. Hanya saja, alasannya bukan itu. Tidak adanya waktu gue untuk menulis ini diakibatka n rutinitas enam bulanan bernama penyusunan kartu rencana studi (KRS) seminggu sebelum semester baru dimulai.

Khusus untuk semester ini (semester 4), penyusunan KRS menghabiskan waktu seminggu dikarenakan banyaknya kesalahan teknis yang terjadi. Dan khusus untuk semester ini juga, terjadi perubahan pada prosedur pengisian KRS yang gue lakukan. Kali ini, prosedur “bertemu dosen pembimbing ‘hanya’ untuk mendapatkan tanda tangan” berubah menjadi “bertemu dosen pembimbing tidak hanya untuk tanda tangan, melainkan juga untuk mendapatkan nasehat super penting”. Walaupun dinasehatin itu kadang menyebalkan untuk remaja seumuran gue, tetapi gue tetap butuh nasehat. Gue butuh untuk dinasehati. Dan gue mendapatkannya dalam 3 menit percakapan singkat dan padat dengan dosen pembimbing gue.

Saat itu, gue dan beberapa teman yang lain sedang mengantri untuk mendapatkan tanda tangan di KRS masing-masing. Dilihat dari caranya memperlakukan tiga teman gue yang maju duluan, kelihatannya dosen gue ini sedang tidak dalam mood yang baik. Dan hal itu bisa saja diperparah jika dia melihat nilai-nilai yang tertera di KRS gue.

Giliran gue pun tiba. Gue menyerahkan lembaran KRS sambil mulut komat kamit membaca doa. Semoga tidak ada kemarahan yang keluar. Sejenak dia mengamati KRS gue, memandang bergantian antara gue dan kertas itu.

“Fauzi, kenapa nilai kamu seperti ini?” tanyanya. 

Gue hanya diam. Mau menyalahkan siapa? Mau berdebat apa? Toh bagaimanapun juga gue yang salah. 

“Kamu pacaran?” tanyanya.

“Hah? Enggak dok.” Kata-kata ini meluncur keluar secara involunter. Semenjak kuliah, gue agak asing dengan kata pacaran. Kecuali jika kata pacaran berlaku untuk benda, maka gue akan bilang bahwa laptop adalah pacar gue.

“Ah masa, ngaku aja.” Kelihatannya ia berusaha mendesak gue. Tipikal dosen senior.

“Enggak dok. Beneran.”

“Terus? Kalau gitu kamu pasti BBM-an.”

“Yah, apalagi itu. Saya ga punya BB dok.”

“Kalo gitu smsan?”

“Eh, kalo itu sih…”

“Menghabiskan waktu berjam-jam untuk smsan? Heh, menghentikan itu ga akan membuat kita mati.” Katanya.

“Iya dok.” Gue mengangguk. Kali aja dengan mengalah, acara yang isinya menyudutkan gue ini selesai lebih cepat.

“Tahun depan saya mau nilai ini berubah!”

“Iya dok, pasti.”

“Saya mau tahu, gimana cara belajar kamu.”

Cara belajar? Gue baru saja mau bilang kalo gue ga pernah belajar. Tapi biar ga kena marah lebih lanjut, gue menjawab seperti ini:

“Belajar seperti biasa dok. Ya belajar.”

“Sendirian?”

“Iya dok, sendirian.”

“Dan lihat hasilnya. Semester ini kamu coba cara lain. Belajar berkelompok.”

“Tapi lebih enak belajar sendiri dok.”

“Lihat hasilnya.” Ia mengatakan itu sambil menunjuk nilai-nilai di KRS gue. Oke. Gue nyerah.

“Iya dok. Saya akan ajak teman-teman saya yang lain nanti untuk belajar kelompok.”

“Ingat, jika nilai ini tidak diperbaiki, tahun depan tidak akan ada tanda tangan.”

“Hah?” Gue shock

“Kenapa?”

Gue menggeleng. Ia pun akhirnya menandatangani KRS gue.

“Oh satu lagi.” Katanya.

Masih ada lagi? Gumam gue dalam hati.

“Sering-sering olahraga.” Sambungnya.

Suasana hening sejenak. Gue bengong memandang wajahnya. Ia membalas gue dengan tatapan kearah lengan gue.

“Oh..” seru gue sambil nyengir miris. “terima kasih dok.”

Gue mengambil KRS gue dan ngacir pergi.

Olahraga? Apa maksudnya olahraga otak? Seperti membaca? Atau olahraga dalam arti yang sebenarnya? Apa ini karena fisik gue yang kecil? Hohoho. Gue akan ingat wejangan ini.

Paling tidak untuk enam bulan kedepan sebelum gue bertemu dengan dosen pembimbing itu lagi.