Kami begitu akrab. Kami membicarakan banyak hal, komik yang pertama kami baca, film yang mengaduk emosi, bahkan kebiasaan kami ketika bangun pagi. Kami sering tertawa bersama, bertukar emoticon yang kami kreasikan sendiri. Kami merasa nyambung satu sama lain. Yah, itulah kesan yang kami tangkap setelah cukup lama berteman di “dunia maya”. Gue sendiri berpikir, mungkin jika bertemu pasti lebih asyik lagi. Bisa membicarakan lebih banyak hal yang tidak bisa diungkapkan hanya dengan sekadar tulisan di tab chatting, wall, ataupun tab komentar. Tapi baik gue dan dia, sama-sama enggan memulai untuk mengajak bertemu langsung. Mungkin karena kami satu universitas, jadi masing-masing punya pikiran “pasti bisa ketemu secara kebetulan”. Gue merasa oke-oke aja dengan keadaan ini, sampai kemaren siang, ketika gue sedang ngantri di mesin atm dekat perpustakaan universitas, gue bertemu dengan “dia”, teman gue didunia maya. Dia anak fakultas Ekonomi. Dan fakultas ekonomi itu dekat dengan perpustakaan.
Gue memperhatikan dia dengan seksama. Memastikan ini benar dia atau bukan. Selama ini gue hanya mengenal sosoknya dari foto profil facebook dan devianart (situs yang mempertemukan kami). Tidak jauh beda dengan yang di foto, gue pun yakin tidak salah orang. Dengan mantap gue panggil dia.
“Helen!!! (nama samaran, pastinya)”
Dia menoleh, mencari-cari. Melihat gue yang tersenyum-senyum kepedean, dia pun langsung tahu kalo gue yang manggil. Dia cuma bengong mandangin gue.
“Beneran Helen kan?” Gue Tanya ke dia. Sedikit ciut dengan sikap tak bersahabat yang dia tunjukan.
“I..iya.” jawabnya pelan. Jangan-jangan dia ga tahu siapa gue. Buktinya dia diam aja.
“Lupa ma aku?” Tanya gue. Karena kami sebelumnya juga belum pernah bertemu, maka pertanyaan gue ini tergolong pertanyaan yang kepedean abis.
“????” Dia kelihatan sedang berpikir keras. Hening. Suara jangkrik terdengar dari kejauhan. Ga tahan, gue pun angkat bicara.
“Aku Fauzi.” Kata gue sambil (memaksakan) tersenyum.
“Oh,” sekarang wajahnya sedikit lebih cerah. Lemotnya udah hilang.
“Mau kemana?” Tanya gue. Otak gue udah tersumbat. Akibatnya, pertanyaan yang keluar pun pertanyaan yang ga mutu.
“Ketemu temen, disitu.” Balasnya sambil menunjuk kearah parkir.
Maafkan atas kebodohan ini, tapi gue bener-bener ga tahu mau ngomong apa. Dia juga diam aja. Hening lagi. Kali ini suara kodok yang terdengar.
Ada satu menit diam-diaman, akhirnya dia beranjak pergi. Ga pamitan pula. Kalo udah gini, gue jadi merasa ga ada bedanya dengan benda mati seperti mesin atm di depan gue. Ga dianggap. Huhuhu. Kenapa ya? apa jangan-jangan dia ilfil ngeliat gantungan hp bentuk “love-love” yang gue pegang-pegang? Tapi gue kan lagi minjem hp adek gue.
Malamnya, untuk memastikan kecurigaan apakah memang benar dia ga suka liat sosok gue, atau mungkin dia lagi buru-buru, gue tunggu dia Online. Satu jam gue nunggu, akhirnya dia nongol juga, gue ajak dia chat. Tanpa menyangkutpautkan dengan kejadian tadi siang gue memberi tahu dia tentang koprol, situs jejaring sosial buatan lokal yang lagi nge-hype.
Apa yang terjadi? Dibalas hangat. Aneh. Dia malah cerita ke gue tentang desain kaosnya yang banyak di komen postif di devian art. Selanjutnya kami chat seperti biasa, tanpa sedikitpun menyinggung kejadian tadi siang.
Teori 1: Seseorang yang asyik diajak ngobrol didunia maya, belum tentu sama asyiknya jika diajak ngobrol di dunia nyata.
Gue jadi teringat dengan teman akrab gue dikampus, orangnya asyik diajak cerita apa aja, novel, musik, curhatan gue tentang liliput pertama, tapi tiap kali gue ajak chatting pasti ga dibalas. Tiap gue wall ga pernah dibalas. Tapi tiap kali ketemu pasti rajin nanyain cerita gue dengan liliput pertama. Sering negur duluan. Jadi apa maksudnya ini
Teori 2: (inverse of theory 1) : yang asyik didunia nyata, belum tentu asyik didunia maya.
Faktanya, dunia nyata dan dunia maya itu sangat berbeda sekali.
Realitas itu, berbeda.